Memahami Manajemen Konflik dalam Perkawinan Beda Bangsa

Collection Location Library FISIP
Edition
Call Number 302.2
ISBN/ISSN
Author(s) Yobelta Kristi Ayuningtyas
Subject(s) Komunikasi
Classification 302.2
Series Title
GMD Skripsi
Language Indonesia
Publisher Fisip Undip
Publishing Year 2018
Publishing Place
Collation
Abstract/Notes Perbedaan budaya dalam diri pasangan perkawinan beda bangsa bisa memicu timbulnya konflik di dalam rumah tangga. Pasangan perlu melakukan manajemen konflik yang efektif agar menghasilkan keluaran konflik yang menguntungkan kedua belah pihak. Penelitian ini bertujuan memahami manajemen konflik yang dilakukan pasangan perkawinan beda bangsa di dalam rumah tangga. Teori yang digunakan yaitu Teori Gaya Manajemen Konflik oleh R. R. Blake dan J. Mouton dalam konteks hubungan antar pribadi, serta Teori Negosiasi Muka oleh Stella Ting-Toomey. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan fenomenologi.
Berdasarkan hasil penelitian ini, ditemukan bahwa objek konflik dalam perkawinan beda bangsa selain dari hal-hal yang berkaitan dengan urusan domestik rumah tangga seperti jadwal kegiatan pekerjaan pasangan dan tanggung jawab mengurus anak, objek konflik juga bersumber dari perbedaan budaya seperti dalam hal bahasa, gaya berkomunikasi, serta cara mendidik anak yang tidak sama. Lalu gaya manajemen konflik yang digunakan oleh pasangan dalam penelitian ini yaitu, gaya manajemen konflik kompromi dan menghindar. Gaya manajemen konflik kompromi dilakukan dengan mencari alternatif jalan tengah yang menguntungkan sebagian keinginan dan kehendak pasangan, sedangkan gaya manajemen konflik menghindar dilakukan dengan menghindari konfrontasi yang memungkinkan pasangan sama-sama kalah.
Muka menggambarkan citra diri pihak-pihak yang terlibat konflik; yang memengaruhi bagaimana pasangan dengan budaya yang berbeda melakukan manajemen konflik. Informan dengan budaya individualistik memandang muka diri (self face) lebih penting sehingga upaya pemeliharaan muka dilakukan ketika menghadapi konflik. Informan dengan budaya kolektivistik, sementara itu, lebih cenderung melakukan upaya penyelamatan muka untuk melindungi dan memperbaiki muka diri dan muka lain (other face).
Specific Detail Info
Image
  Back To Previous